Bersama Al-Qur'an (185)
(إقرأ)
M. Djidin
IAIN Ternate
Membaca ayat qauliyah dan ayat kauniyah. Ayat qauliyah adalah ayat-ayat yang difirmankan oleh Allah swt. di dalam Al-Qur’an.
Ayat kauniyah adalah ayat
atau tanda yang wujud di sekeliling yang diciptakan oleh Allah SWT. Ayat kauniyah adalah ayat dalam bentuk benda, kejadian, peristiwa dan lainnya yang ada di sekitar kita, di alam ini.
Bacaan kita hari ini :
Menjaga Keturunan :
Tafsir Surah Al-Qashash ayat 27
Agama Islam yang dibawa nabi Muhammad saw tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya, hubungan manusia dengan dirinya, dan lingkungan alam. Interaksi manusia dengan Tuhan (Allah) adalah hubungan ibadah. Dalam Islam, setiap muslim sebagai hamba berkewajiban untuk beribadah kepada Allah, melaksanakan segala perintah-Nya dan meninggalkan segala larangan-Nya. Manusia berusaha menjadi manusia yang mulia di sisi Tuhannya, mencapai derajat muttaqin, berkualitas pikir, berkualitas kerja (QS. Al-Hujuraat : 13). Hubungan manusia dengan sesama manusia adalah interaksi sosial, hubungan persaudaraan, hubungan kemanusiaan (QS. Alhujuraat : 10; 13). Sedangkan hubungan manusia dengan dirinya adalah interaksi edukatif, bagaimana seseorang dengan akal dan pikirannya berusaha belajar, mencari ilmu, pengalaman, terampil agar bisa bermanfaat, berkontribusi baik kepada dirinya, orang lain dan lingkungannya. Adapun interaksi manusia dengan alam adalah hubungan tanggung jawab, amanah. Alam, bumi, dan isinya diciptakan adalah untuk manusia (QS. Al-Baqarah : 29) dan manusia diciptakan untuk menjaga alam. Manusia bertanggung jawab (khalifah) untuk memelihara, memakmurkan, melestarikan alam (QS. Albaqarah : 30). Implementasi interaksi tersbut pada dasarnya adalah termasuk ibadah. Dalam istilah agama disebut ibadah mahdhah dan ibadah ghairu mahdhah. Ibadah mahdhah adalah ibadah langsung kepada Allah. Misalnya, salat, puasa, haji, dan lain-lain. Sedangkan ghairu mahdhah adalah ibadah tidak langsung. Ibadah ini dalam bentuk sosial, aktifitas untuk kebaikan baik kemaslahatan untuk diri pribadi, orang lain, dan untuk kelestarian alam. Allah memerintahkan kepada nabi Muhammad saw untuk menyampaikan kepada ummatnya agar melaksanakan ibadah mahdhah dan ghairu mahdhah sebagaimana terkandung dalam ayat bahwa salat seorang muslim, pekerjaan-pekerjaan lainnya, hidup, dan matinya adalah hanya untuk Allah swt (QS. Al-An'am : 162).
Untuk menjaga, memelihara interaksi manusia dengan Allah, sesama manusia, kepada diri pribadi, dan hubungan dengan alam (ibadah mahdhah dan ghairu mahdhah), Islam merekomendasikan kepada penganutnya untuk menjaga lima hal, lima perinsip umum yang disebut maqashid syari'ah. Menurut Asy-Syatibi, bahwa aturan agama (syari'ah) bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat. Artinya, syariat, termasuk aturan bagaimana seharusnya manusia itu berinteraksi, diciptakan Allah untuk kemaslahatan, untuk kebahagiaan manusia. Imam Asy-Syatibi menjelaskan kelima maqashid tersebut yaitu: 1. Hifdzhu al-din (melindungi agama), 2. Hifzhu al-nafs (melindungi jiwa), 3. Hifzhu al-'aql (melindungi pikiran), 4. Hifzhu al-mal (melindungi harta), 5. Hifzhu al-nasab (melindungi keturunan).
Bersama Al-Qur'an hari ini, kita baca ayat qauliyah dan tafsirnya terkait dengan melindungi keturunan (hifzhu al-Nasab) yaitu pemeliharaan melalui pernikahan. Ayat dimaksud terdapat pada surah al-Qashash ayat 27 :
قَالَ إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أُنْكِحَكَ إِحْدَى ابْنَتَيَّ هَاتَيْنِ عَلَىٰ أَنْ تَأْجُرَنِي ثَمَانِيَ حِجَجٍ ۖ فَإِنْ أَتْمَمْتَ عَشْرًا فَمِنْ عِنْدِكَ ۖ وَمَا أُرِيدُ أَنْ أَشُقَّ عَلَيْكَ ۚ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّالِحِينَ
Artinya :
Berkatalah dia (Syu'aib): "Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu Insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik".
Ayat tersebut oleh ahli tafsir dinilai mengandung perihal lamaran pernikahan yaitu suatu poses meminta izin dan memberi izin dari pihak pelamar kepada orangtua atau wali dari seseorang yang dilamar untuk dijadikan calon pasangan suami atau istri sah. Dalam ayat tersebut pihak perempuan (nabi Syuaib) yang mengajukan lamaran kepada pihak laki-laki ( Musa as). Ketertarikan nabi Syuaib as meminang Musa as karena dia adalah sosok pribadi sangat mulia sebagaimana anak gadis nabi Syuaib sampaikan bahwa Musa as adalah orang kuat dan jujur (QS. Al-Qashash : 26).
Dari ayat 27 surah al-Qashash, poin yang ingin disampaikan bahwa lamaran dari pihak perempuan kepada pihak laki-laki saleh, jujur adalah sunnah sejak zaman dahulu kala sampai datangnya Islam. Tradisi meminang dalam realitas memang dari pihak laki- laki ke pihak perempuan tetapi bila dilakukan pihak perempuan tidak ada larangan. Poin kedua, pernikahan yang didahului lamaran, pinangan adalah sebuah kehormatan. Pernikahan adalah cara untuk menjaga keturunan, agar laki-laki dan perempuan tidak hidup bebas, tidak melakukan hubungan bebas seperti layaknya suami istri dengan yang bukan pasangannya (belum menjadi suami istri). Poin ketiga, bahwa jika ingin melakukan pernikahan, pihak laki-laki harus kuat. Kuat di sini adalah kuat fisik, sehat lahir dan batin. Fisik yang kuat memungkinkan untuk bekerja mencari rezeki untuk calon pasangan. Untuk saat ini, kata kuat mungkin dapat dimaknai dengan pegawai, karyawan, penjual, pedagang, buruh bangunan, tukang ojek, dan pekerjaan halal lainnya. Selain kuat, pihak laki-laki atau perempuan harus penganut agama Islam yang baik, jujur, berakhlak. Kuat dan jujur adalah modal membangun rumah tangga menuju keluarga sakinah mawaddah wa rahmah.
Semoga bermanfaat
آمين يارب العٰلمين
والله اعلم بالصواب
Ternate, Sabtu, 7 September 2019
(إقرأ)
M. Djidin
IAIN Ternate
Membaca ayat qauliyah dan ayat kauniyah. Ayat qauliyah adalah ayat-ayat yang difirmankan oleh Allah swt. di dalam Al-Qur’an.
Ayat kauniyah adalah ayat
atau tanda yang wujud di sekeliling yang diciptakan oleh Allah SWT. Ayat kauniyah adalah ayat dalam bentuk benda, kejadian, peristiwa dan lainnya yang ada di sekitar kita, di alam ini.
Bacaan kita hari ini :
Menjaga Keturunan :
Tafsir Surah Al-Qashash ayat 27
Agama Islam yang dibawa nabi Muhammad saw tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan manusia lainnya, hubungan manusia dengan dirinya, dan lingkungan alam. Interaksi manusia dengan Tuhan (Allah) adalah hubungan ibadah. Dalam Islam, setiap muslim sebagai hamba berkewajiban untuk beribadah kepada Allah, melaksanakan segala perintah-Nya dan meninggalkan segala larangan-Nya. Manusia berusaha menjadi manusia yang mulia di sisi Tuhannya, mencapai derajat muttaqin, berkualitas pikir, berkualitas kerja (QS. Al-Hujuraat : 13). Hubungan manusia dengan sesama manusia adalah interaksi sosial, hubungan persaudaraan, hubungan kemanusiaan (QS. Alhujuraat : 10; 13). Sedangkan hubungan manusia dengan dirinya adalah interaksi edukatif, bagaimana seseorang dengan akal dan pikirannya berusaha belajar, mencari ilmu, pengalaman, terampil agar bisa bermanfaat, berkontribusi baik kepada dirinya, orang lain dan lingkungannya. Adapun interaksi manusia dengan alam adalah hubungan tanggung jawab, amanah. Alam, bumi, dan isinya diciptakan adalah untuk manusia (QS. Al-Baqarah : 29) dan manusia diciptakan untuk menjaga alam. Manusia bertanggung jawab (khalifah) untuk memelihara, memakmurkan, melestarikan alam (QS. Albaqarah : 30). Implementasi interaksi tersbut pada dasarnya adalah termasuk ibadah. Dalam istilah agama disebut ibadah mahdhah dan ibadah ghairu mahdhah. Ibadah mahdhah adalah ibadah langsung kepada Allah. Misalnya, salat, puasa, haji, dan lain-lain. Sedangkan ghairu mahdhah adalah ibadah tidak langsung. Ibadah ini dalam bentuk sosial, aktifitas untuk kebaikan baik kemaslahatan untuk diri pribadi, orang lain, dan untuk kelestarian alam. Allah memerintahkan kepada nabi Muhammad saw untuk menyampaikan kepada ummatnya agar melaksanakan ibadah mahdhah dan ghairu mahdhah sebagaimana terkandung dalam ayat bahwa salat seorang muslim, pekerjaan-pekerjaan lainnya, hidup, dan matinya adalah hanya untuk Allah swt (QS. Al-An'am : 162).
Untuk menjaga, memelihara interaksi manusia dengan Allah, sesama manusia, kepada diri pribadi, dan hubungan dengan alam (ibadah mahdhah dan ghairu mahdhah), Islam merekomendasikan kepada penganutnya untuk menjaga lima hal, lima perinsip umum yang disebut maqashid syari'ah. Menurut Asy-Syatibi, bahwa aturan agama (syari'ah) bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan manusia di dunia dan akhirat. Artinya, syariat, termasuk aturan bagaimana seharusnya manusia itu berinteraksi, diciptakan Allah untuk kemaslahatan, untuk kebahagiaan manusia. Imam Asy-Syatibi menjelaskan kelima maqashid tersebut yaitu: 1. Hifdzhu al-din (melindungi agama), 2. Hifzhu al-nafs (melindungi jiwa), 3. Hifzhu al-'aql (melindungi pikiran), 4. Hifzhu al-mal (melindungi harta), 5. Hifzhu al-nasab (melindungi keturunan).
Bersama Al-Qur'an hari ini, kita baca ayat qauliyah dan tafsirnya terkait dengan melindungi keturunan (hifzhu al-Nasab) yaitu pemeliharaan melalui pernikahan. Ayat dimaksud terdapat pada surah al-Qashash ayat 27 :
قَالَ إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أُنْكِحَكَ إِحْدَى ابْنَتَيَّ هَاتَيْنِ عَلَىٰ أَنْ تَأْجُرَنِي ثَمَانِيَ حِجَجٍ ۖ فَإِنْ أَتْمَمْتَ عَشْرًا فَمِنْ عِنْدِكَ ۖ وَمَا أُرِيدُ أَنْ أَشُقَّ عَلَيْكَ ۚ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّالِحِينَ
Artinya :
Berkatalah dia (Syu'aib): "Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, maka aku tidak hendak memberati kamu. Dan kamu Insya Allah akan mendapatiku termasuk orang-orang yang baik".
Ayat tersebut oleh ahli tafsir dinilai mengandung perihal lamaran pernikahan yaitu suatu poses meminta izin dan memberi izin dari pihak pelamar kepada orangtua atau wali dari seseorang yang dilamar untuk dijadikan calon pasangan suami atau istri sah. Dalam ayat tersebut pihak perempuan (nabi Syuaib) yang mengajukan lamaran kepada pihak laki-laki ( Musa as). Ketertarikan nabi Syuaib as meminang Musa as karena dia adalah sosok pribadi sangat mulia sebagaimana anak gadis nabi Syuaib sampaikan bahwa Musa as adalah orang kuat dan jujur (QS. Al-Qashash : 26).
Dari ayat 27 surah al-Qashash, poin yang ingin disampaikan bahwa lamaran dari pihak perempuan kepada pihak laki-laki saleh, jujur adalah sunnah sejak zaman dahulu kala sampai datangnya Islam. Tradisi meminang dalam realitas memang dari pihak laki- laki ke pihak perempuan tetapi bila dilakukan pihak perempuan tidak ada larangan. Poin kedua, pernikahan yang didahului lamaran, pinangan adalah sebuah kehormatan. Pernikahan adalah cara untuk menjaga keturunan, agar laki-laki dan perempuan tidak hidup bebas, tidak melakukan hubungan bebas seperti layaknya suami istri dengan yang bukan pasangannya (belum menjadi suami istri). Poin ketiga, bahwa jika ingin melakukan pernikahan, pihak laki-laki harus kuat. Kuat di sini adalah kuat fisik, sehat lahir dan batin. Fisik yang kuat memungkinkan untuk bekerja mencari rezeki untuk calon pasangan. Untuk saat ini, kata kuat mungkin dapat dimaknai dengan pegawai, karyawan, penjual, pedagang, buruh bangunan, tukang ojek, dan pekerjaan halal lainnya. Selain kuat, pihak laki-laki atau perempuan harus penganut agama Islam yang baik, jujur, berakhlak. Kuat dan jujur adalah modal membangun rumah tangga menuju keluarga sakinah mawaddah wa rahmah.
Semoga bermanfaat
آمين يارب العٰلمين
والله اعلم بالصواب
Ternate, Sabtu, 7 September 2019
Comments
Post a Comment